Selasa, 13 Desember 2011

MODEL DESAIN INSTRUKSIONAL



Banyak model desain pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli. Di bawah ini disajikan beberapa diantaranya.

1.      Model Kemp
Model desain sistem instruksional yang dikembangkan oleh Kemp merupakan model yang membentuk siklus. Menurut Kemp pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri atas komponen-komponen, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan dari berbagai kendala yang timbul.
Model sistem instruksional yang dikembangkan Kemp ini tidak ditentukan dari komponen mana seharusnya guru memulai proses pengembangan. Mengembangkan sistem instruksional, menurut Kemp dari mana saja bisa, asal saja urutan komponen tidak diubah, dan setiap komponen itu memerlukan revisi untuk mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu model Kemp, dilihat dari kerangka sistem merupakan model yang sangat luwes.
Komponen-komponen dalam suatu desain instruksional menurut Kemp adalah:
a.       Hasil yang ingin dicapai;
b.      Analisis tes mata pelajaran;
c.       Tujuan khusus belajar;
d.      Aktivitas belajar;
e.       Sumber belajar;
f.       Layanan pendukung;
g.      Evaluasi belajar;
h.      Tes awal;
i.        Karakteristik belajar.
Kesembilan komponen itu merupakan suatu siklus yang terus menerus direvisi setelah dievaluasi baik evaluasi sumatife maupun formatife dan diarahkan untuk menentukan kebutuhan siswa, tujuan yang ingin dicapai, prioritas dan berbagai kendala yang muncul.

2.      Model Banathy
Model desain sistem pembelajaran dari Banathy berbeda dengan model Kemp. Model ini memandang bahwa penyusunan sistem instruksional dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Terdapat 6 tahap dalam mendesain suatu program pembelajaran yakni:
a.       Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan pengembangan sistem maupun tujuan spesifik. Tujuan merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai oleh siswa atau peserta didik.
b.      Merumuskan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Item tes dalam tahap ini dirumuskan untuk menilai perumusan tujuan. Melalui rumusan tes dapat meyakinkan kita bahwa setiap tujuan ada alat untuk menilai keberhasilannya.
c.       Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni kegiatan menginventarisasi seluruh kegiatan belajar mengajar, menilai kemampuan penerapannya sesuai dengan kondisi yang ada serta menentukan kegiatan mungkin dapat diterapkan.
d.      Merancang sistem, yaitu kegiatan menganalisis sistem menganalisis setiap komponen sistem, mendistribusikan dan mengatur penjadwalan.
e.       Mengimplementasikan dan melakukan kontrol kualitas sistem, yakni melatih sekaligus menilai efektivitas sistem, melakukan penempatan dan melaksanakan evaluasi.
f.       Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.
Manakala kita lihat langkah 1 s/d 4 merupakan tahapan dalam rangka proses rancangan, sedangkan tahap 5 dan 6 adalah tahap pelaksanaan dari perencanaan yang sudah dirumuskan.

3.      Model Dick dan Cery
Seperti desain model Banathy, dalam mendesain pembelajaran model Dick dan Cery harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum. Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Mengapa hal ini perlu dirumuskan? Oleh sebab rumusan kemampuan khusus harus berpijak dari kemampuan dasar atau kemampuan awal. Manakala telah dirumuskan tujuan khusus yang harus dicapai selanjutnya dirumuskan tes dalam bentuk Criterion Reference Test, artinya tes yang mengukur kemampuan penguasaan tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus penguasaan tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya dikembangkan strategi pembelajaran, yakni skenario pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal, setelah itu dikembangkan bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir dari desain adalah melakukan evaluasi, yakni evaluasi formatife dan evaluasi sumatife. Evaluasi formatife berfungsi untuk menilai efektivitas program dan evaluasi sumatife berfungsi untuk menentukan kedudukan setiap siswa dalam penguasaan materi pelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi inilah selanjutnya dilakukan umpan balik dalam merevisi program pembelajaran.

4.      Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) adalah model yang dikembangkan di Indonesia untuk mendukung pelaksanaan kurikulum 1975. PPSI berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
PPSI terdiri dari 5 tahap yakni:
a.       Merumuskan tujuan, yakni kemampuan yang harus dicapai oleh siswa. Ada 4 syarat dalam perumusan tujuan ini yakni tujuan harus operasional, artinya tujuan yang dirumuskan harus spesifik atau dapat diukur, berbentuk hasil belajar bukan proses belajar, berbentuk perubahan tingkah laku dalam setiap rumusan tujuan hanya satu bentuk tingkah laku.
b.      Mengembangkan alat evaluasi, yakni menentukan jenis tes dan menyusun item soal untuk masing-masing tujuan. Alat evaluasi disimpan pada tahap 2 setelah perumusan tujuan untuk meyakinkan ketepatan tujuan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
c.       Mengembangkan kegiatan belajar mengajar, yakni merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar dan menyeleksi kegiatan belajar perlu ditempuh.
d.      Mengembangkan program kegiatan pembelajaran yakni merumuskan materi pelajaran, menetapkan metode dan memilih alat dan sumber pelajaran.
e.       Pelaksanaan program, yaitu kegiatan mengadakan prates, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan psikotes dan melakukan perbaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar