Rabu, 30 November 2011


MODEL DSI-PK

              Model Desain Sistem Instruksional Berorientasi Pencapaian Kompetensi (DSI-PK) adalah gambaran proses rancangan sistematis tentang pengembangan pembelajaran baik mengenai proses maupun bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi.
Prosedur pengembangan DSI-PK terdiri dari tiga bagian penting. Pertama analisis kebutuhan, yakni proses penjaringan informasi tentang kompetensi yang dibutuhkan anak didik sesuai dengan jenjang pendidikan. dalam proses analisis kebutuhan dimaksud meliputi dua hal pokok yakni analisis kebutuhan akademis dan kebutuhan nonakademis. Kebutuhan akademis adalah kebutuhan ssuai dengan tuntutan kurikulum yang tergambarkan dalam setiap bidang studi atau mata pelajaran; sedangkan kebutuhan non akademis adalah kebutuhan di luar kurikulum baik meliputi kebutuhan personal, kebutuhan sosial atau mungkin kebutuhan vokasional. Kebutuhan ini dijaring dengan berbagai teknik dari lapangan, misalnya dengan wawancara, observasi dan mungkin studi dokumentasi. Berdasarkan studi pendahuluan, selanjutnya ditentukan topik atau tema pembelajaran. Tema atau topik pembelajaran bisa ditentukan berdasarkan kebutuhan akademis, kebutuhan nonakademis atau mungkin gabungan keduanya. Kompetensi yang harus dicapai disesuaikan dengan topik atau tema pembelajaran. Kompetensi adalah kemampuan yang dapat diukur dan dapat diamati sebagai hasil belajar yang diharapkan bisa dicapai. Untuk meyakinkan bahwa kompetensi adalah hasil belajar yang diamati, maka selanjutnya dikembangkan alat ukur dari setiap kompetensi yang diharapkan.
Kedua, adalah pengembangan, yakni proses mengorganisasikan materi pelajaran dan pengmbangan proses pembelajaran. Materi pelajaran disusun sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, baik menyangkut data, fakta, konsep, prinsip, dan atau mungkin keterampilan. Sedangkan proses, menunjukkan bagaimana seharusnya siswa mengalami kegiatan pembelajaran. Oleh sebab itu, di dalamnya meliputi hal-hal yang semestinya dilakukan oleh siswa dan guru dalam upaya mencapai kompetensi.
Ketiga, adalah pengmbangan alat evaluasi, yang memiliki dua fungsi utama, yaitu evaluasi formatife dan evaluasi sumatife. Evaluasi formatife dilakukan untuk melihat sejauh mana efektivitas program yang telah disusun oleh guru, oleh sebab itu hasil evaluasi formatife dimanfaatkan untuk perbaikan program pembelajaran. Evaluasi sumatife digunakan untuk memperoleh informasi keberhasilan siswa mencapai kompetensi, oleh sebab itu fungsinya sebagai bahan akuntabilitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran.
              Desain sistem instruksional adalah proses merancang atau merencanakan secara sistematis tentang analisis kebutuhan dan tujuan belajar, merancang materi pembelajaran serta merancang pengembangan strategi dan teknik pembelajaran termasuk merancang pemanfaatan berbagai sumber daya dan potensi yang tersedia untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Briggs (1979), dalam rancangan itu termasuk proses pengembangan paket pelajaran, kegiatan pembelajaran, uji coba, revisi, dan kegiatan evaluasi hasil belajar. Dengan demikian, maka proses desain instruksional memiliki kajian yang cukup luas, yang tidak hanya merencanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas akan tetapi merumuskan berbagai hal yang berhubungan dengan kepentingan pembelajaran.
Sesuai dengan kebijakan pemerintah, bahwa pengembangan kurikulum dan proses perencanaan pendidikan diserahkan kepada daerah termasuk guru-guru di sekolah, maka kemampuan mendesain instruksional bagi setiap guru merupakan sesuatu yang sangat penting. Guru dituntut untuk mampu merencanakan program pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerahnya masing-masing.
Desain sistem instruksional hasil penelitian yang kemudian dinamakan DSI-PK (Desain Sistem Instruksional-Pencapaian Kompetensi), merupakan modesl desain yang diharapkan dapat digunakan oleh setiap guru sebagai pedoman untuk mengembangkan sistem instruksional sesuai dengan karakteristik kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetensi.
Model ini bukan hanya berisi tentang komponen-komponen yang harus ada dalam desain model, akan tetapi sekaligus memandu guru bagaimana cara mengembangkan setiap komponen.
Model desain sistem instruksional (DSI-PK) memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.      Model DSI-PK adalah model desain yang sederhana dengan tahapan yang jelas dan bersifat praktis. Hal ini sesuai dengan kebutuhan responden yang menginginkan suatu model yang mudah dicerna.
2.      Model Desain secara jelas menggambarkan langkah-langkah yang harus ditempuh. Hal ini dimaksudkan untuk menuntun secara konkret bagi setiap guru, sehingga guru-guru tidak lagi dihadapkan pada persoalan konseptual yang rumit dan abstrak, seperti beberapa model yang ditemukan.
3.      Model desain merupakan pengembangan dan analisis kebutuhan. Sesuai dengan karakteristik KBK, analisis kebutuhan tidak hanya menyangkut kebutuhan akademis dengan menganalisis kurikulum yang berlaku akan tetapi; juga kebutuhan-kebutuhan personal yang sesuai dengan tuntutan sosial kedaerahan.
4.      Model desain ditekankan kepada penguasaan kompetensi sebagai hasil belajar yang dapat diukur. Oleh sebab itu, setelah ditentukan kompetensi yang harus dicapai, para pengembang secara langsung menentukan alat ukurnya.
Seperti yang kita ketahui, KBK dan KTSP merupakan upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial yang bermutu tinggi. Kompetensi yang dikembangkan adalah keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidak menentuan, ketidak pastian, dna kerumitan-kerumitan dalam kehidupan, seperti yang terjadi pada era globalisasi dewasa ini. Kompetensi dasar ini merupakan standar yang ditetapkan secara nasional, yang berisi tentang kerangka apa yang harus diketahui, dilakukan dan dimahirkan oleh siswa pada setiap tingkatan. Kecakapan hidul (life skill), seperti yang diharapkan, bukan hanya keterampilan standar yang hanya mengacu pada keterampilan standar yang hanya mengacu pada keterampilan untuk bekerja, akan tetapi lebih menekankan untuk hidup lebih survive yang meliputi: kecakapan mengenal diri (self awarness), kecakapan berpikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademis (academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill). Standar ini juga ditandai dengan pembentukan akhlak mewujudkan manusia Indonesia yang berkepribadian dan beretos kerja, berpartisipasi aktif, demokratis, dan berwawasan kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Namun demikian, setiap daerah memiliki kemampuan dan karakteristik yang sangat beragam. Oleh karena itulah, sesuai dengan kewenangan daerah seperti yang digariskan dalam undang-undang dan peraturan pemerintah, maka dalam pelaksanaannya untuk mencapai kompetensi dasar itu disesuaikan dengan keadaan daerah dan sekolah masing-masing.
Dalam rangka inilah DSI-PK dikembangkan. Dalam DSI-PK rancangan pembelajaran bukan hanya menyangkut rancangan kompetensi akademis sesuai dengan standar isi kurikulum, akan tetapi juga merancang kompetensi non-akademis yaitu kompetensi sesuai dengan tuntutan dan kondisi daerah di mana siswa tinggal.
 Kerangka berpikir DSI-PK adalah menggunakan pendekatan sistem. Sistem dapat diartikan sebagai keseluruhan dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan kebutuhan yang telah ditentukan (Abd. Gafur, 1980). Setiap sistem pasti mempunyai tujuan. Proses melibatkan berbagai komponen dalam kerangka sistem diarahkan untuk mencapai tujuan itu.
Penelaahan setiap bagian yang dapat memengaruhi proses sangat diperlukan untuk menjain pencapaian hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, sistem erat kaitannya dan berguna untuk menyusun suatu perencanaan.
Perencanaan (planning) adalah suatu proses dan cara berpikir yang dapat menciptakan hasil yang diharapkan. Melalui proses perencanaan dapat ditentukan berbagai hal yang dapat mendukung ketercapaian tujuan, termasuk memprediksi setiap hambatan yang mungkin muncul selama proses berlangsung. Dengan demikian, bekerja dengan sistem dapat terhindar dari keberhasilan secara kebetulan, sebab melalui perencanaan dalam suatu sistem para pengembang dapat menggunakan dan memanfaatkan segala potensi yang ada untuk pencapaian keberhasilan.

MODEL-MODEL DESAIN SISTEM PEMBELAJARAN

MODEL-MODEL DESAIN SISTEM PEMBELAJARAN

 Agar dapat mengajar dengan baik seorang guru memerlukan sebuah strategi yang dapat mengantarkannya kepada kesuksesan membelajaran. Kesuksesan ini tentunya tidak bisa didapat dengan sendirinya, melainkan dengan mempelajari keahlian sampingan yang disebut dengan teaching performance. Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Adanya variasi model sangat menguntungkan kita, diantaranya kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik kita. Model desain sistem pembelajaran yang terkenal adalah model Assure dan Addie.

A . MODEL ASSURE

Sharon E. Smaldino, James D. Russel, Robert Heinich, dan Michael Molenda (2005) mengemukakan sebuah model desain sistem pembelajaran yang diberi nama ASSURE. Model ini dikembangkan untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif dan efisien, khususnya pada kegiatan pembelajaran yang menggunakan media dan teknologi. Model ASSURE lebih difokuskan pada perencanana pembelajaran untuk digunakan dalam situasi pembelajaran di dalam kelas secara aktual. Model desain sistem pembelajaran ini terlihat lebih sederhana jika dibandingkan dengan model desain pembelajaran yang lain.
Dalam mengembangkan model desian sistem pembelajaran ASSURE, penulis Smaldino, Russel, Heinich, dan Molenda mendasari pemikirannya pada pandangan-pandangan Robert M. Gagne (1985) tentang peristwa pembelajaran atau ”Event of Instruction”. Menurut Gagne, desain pembelajaran yang efektif harus dimulai dari upaya yang dapat memicu atau memotivasi seseorang untuk belajar. Langkah ini perlu diikuti dengan proses pembelajaran yang sistematik, penilaian hasil belajar, dan pemberian umpan balik tentang pencapaian hasil belajar secara kontinyu.
Penilaian hasil belajar perlu didesain agar dapat mengukur pemahaman siswa terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dipelajari. Setelah menempuh proses penilaian hasil belajar, siswa perlu memperoleh umpan balik atau feedback. Umpan balik, berupa pengetahuan tentang hasil belajar akan memotivasi siswa untuk melakukan proses belajar secara lebih efektif dan efisien.
Langkah-langkah penting yang perlu dilakukan dalam model desain ASSURE meliputi beberapa aktivitas yaitu:
·         Melakukan analisis karakteristik siswa / analyze learnerss.
·         Menerapkan tujuan pembelajaran / state objectives.
·         Memilih media, metode pembelajaran dan bahan ajar / select methods, media and materials.
·         Memanfaatkan bahan ajar / utilize materials.
·         Melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran / require learness participation, dan
·         Mengevaluasi dan merevisi program pembelajaran / evaluate and revise.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mendesain sistem pembelajaran dengan model ASSURE dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut.

A
S
S
U
R
E
=
=
=
=
=
=
Analisis karakteristik siswa
Menetapkan tujuan pembelajaran
Seleksi media, metode dan bahan
Memanfaatkan bahan ajar
Melibatkan siswa dalam kegiatan belajar
Evaluasi dan revisi

Untuk lebih memahami model ASSURE, berikut ini dikemukakan deskripsi dari setiap komponen yang terdapat dalam model tersebut.
1.      Analyze Learness
Langkah awal yang perlu dilakukan dalam menerapkan model ini adalah mengidentifikasi karakteristik siswa yang akan melakukan aktivitas pembelajaran.
2.      State Objectives
Langkah kedua adalah menetapkan tujuan pembelajaran yang bersifat spesifik. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari silabus atau kurikulum, informasi yang tercatat dalam buku teks, atau dirumuskan sendiri oleh perancang atau instruktur.
3.      Select Methods, Media and Materials
Langkah ketiga adalah memilih metode, media dan bahan ajar yang akan digunakan. Ketiga komponen ini berperan penting dalam membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah digariskan.
4.      Utilize Materials
Langkah keempat adalah menggunakan ketiganya dalam kegiatan pembelajaran. Sebelum menggunakan metode, media dan bahan ajar, instruktur atau perancang terlebih dahulu perlu melakukan uji coba untuk memastikan bahwa ketiga komponen tersebut dapat berfungsi efektif untuk digunakan dalam situasi atau setting yang sebenarnya.
Langkah berikutnya adalah menyiapkan kelas dan sarana pendukung yang perlu untuk dapat menggunakan metode, media dan bahan ajar yang dipilih. Setelah semuanya siap, ketiga komponen tersebut dapat digunakan.
5.      Requires Learner Participation
Proses pembelajaran memerlukan keterlibatan mental siswa secara aktif dengan materi atau substansi yang sedang dipelajari. Pemberian latihan merupakan contoh cara melibatkan aktivitas mental siswa dengan materi yang sedang dipelajari.
6.      Evaluate and Revise
Langkah selanjutnya adalah evaluasi. Tahap ini dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan juga hasil belajar siswa. Proses evaluasi terhadap semua komponen pembelajaran perlu dilakukan agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah program pembelajaran
Model ASSURE merupakan model desain sistem pembelajaran yang bersifat praktis dan mudah diimplementasikan untuk mendesain aktivitas pembelajaran, baik yang bersifat individual maupun klasikal. Langkah analisis karakteristik siswa akan memudahkan memilih metode, media dan strategi pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik. Demikian pula halnya dengan langkah evaluasi dan revisi yang dapat dimanfaatkan untuk menjamin kualitas proses pembelajaran yang diciptakan.

B. MODEL ADDIE
Salah satu model desain sistem pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-tahapan dasar desain sistem pembelajaran yang sederhana dan mudah dipelajari adalah model ADDIE. Model ini, sesuai dengan namanya, terdiri dari lima fase atau tahap utama, yaitu (A)nalysis, (D)esain, (D)evelopment, (I)mplementation, dan (E)valuation.
Kelima fase atau tahap dalam model ADDIE perlu dilakukan secara sistemik dan sistematik. Komponen-komponen model desain sistem pembelajaran ADDIE adalah sebagai berikut:
1.      Analisis
Langkah analisis terdiri atas dua tahap, yaitu analisis kinerja atau performance analysis dan analisis kebutuhan atau need analysis. Tahap pertama, yaitu analisis kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program pembelajaran atau perbaikan manajemen. Tahap kedua, yaitu analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atas prestasi belajar. Hal ini dapat dilakukan apabila program pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang sedang dihadapi.
2.      Desain
Desain merupakan langkah kedua dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Pada langkah ini diperlukan adanya klarifikasi program pembelajaran yang didesain sehingga program tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang diharapkan. Pada langkah desain, pusat perhatian perlu difokuskan pada upaya untuk menyelidiki masalah pembelajaran yang sedang dihadapi. Hal ini merupakan inti dari langkah analisis, yaitu mempelajari masalah dan menemukan alternatif solusi yang akan ditempuh untuk dapat mengatasi masalah pembelajaran yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis kebutuhan.
Langkah penting yang perlu dilakukan dalam desain adalah menentukan pengalaman belajar atau learning experience yang perlu dimiliki oleh siswa selama mengikuti aktivitas pembelajaran. Langkah desain harus mampu menjawab pertanyaan apakah program pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesenjangan performa (performanc gap) yang terjadi pada diri siswa.
3.      Pengembangan
Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam mengimplementasikan model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, memberli dan memodifikasi bahan ajar atau learning materials untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Pengadaan bahan ajar perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran spesifik atau learning outcomes yang telah dirumuskan oleh desainer atau perancang program pembelajaran dalam langkah desain. Langkah pengembangan, dengan kata lain, mencakup kegiatan memilih dan menentukan metode, media, serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program pembelajaran.
4.      Implementasi
Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dari model desian sistem pembelajaran ADDIE. Langkah implementasi sering diasosiasikan dengan penyelenggaraan program pembelajaran itu sendiri. Langkah ini memang mempunyai makna adanya penyampaian materi pembelajaran dari guru atau instruktur kepada siswa.
5.      Evaluasi
Langkah terakhir atau kelima dari model desain sistem pembelajaran ADDIE adalah evaluasi. Evaluasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Pada dasarnya, evaluasi dapat dilakukan sepanjang pelaksanaan kelima langkah dalam model ADDIE. Pada langkah analisis misalnya, proses evaluasi dilaksanakan dengan cara melakukan klarifikasi terhadap kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa setelah mengikuti program pembelajaran. Evaluasi seperti ini dikenal dengan istilah evaluasi formatif. Di samping itu, evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.
Implementasi model desain sistem pembelajaran ADDIE yang dilakukan secara sistematik dan sistemik diharapkan dapat membantu seorang perancang program, guru dan instruktur dalam menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik.